Beranda | Artikel
Faedah Sirah Nabi: Umar bin Al-Khaththab Masuk Islam #04
Jumat, 14 Desember 2018

 

Berikut adalah pelajaran dari masuk Islamnya Umar bin Al-Khaththab bagian terakhir.

 

Beberapa pelajaran penting lainnya dari masuk Islamnya Umar bin Al-Khaththab.

 

Ketiga: Sesungguhnya kewajiban membenci orang kafir bukanlah karena pribadinya, tetapi disebabkan akidah batil yang ia bawa. Pelajaran ini kita peroleh dari anjuran untuk mendoakan orang kafir agar mendapatkan hidayah. Sebab jika kita membenci seseorang karena pribadinya, maka kita tidak menyukai kalau ia mendapatkan kebaikan. Jika kita membencinya karena suatu perkara, maka kita membencinya selama perkara itu ada padanya. Jika ia telah meninggalkan perkara itu, maka kita akan mencintainya dan mendukungnya.

 

Keempat: Dianjurkan membuat orang kafir itu marah dan membuat mereka bersedih tetapi tidak berlebihan. Karena Umar ketika masuk Islam, lantas ia ingin menampakkan keislamannya sampai ia shalat di dekat Kabah. Perbuatan Umar membuat orang kafir sedih dan cemas yang luar biasa.

Allah Ta’ala berfirman,

يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ

Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).” (QS. Al-Fath: 29)

 

Kelima: Kelebihan orang lain tetap diakui. Hal inilah yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud sebelumnya,

مَا زِلْنَا أَعِزَّةً مُنْذُ أَسْلَمَ عُمَرُ

“Kami terus merasakan harga diri yang tinggi semenjak Umar masuk Islam.” (HR. Bukhari, no. 3863)

 

Keenam: Faktor awal yang menyebabkan Umar radhiyallahu ‘anhu masuk Islam adalah ketika ia mendengar beberapa ayat Al-Qur’an. Ini menunjukkan betapa besar pengaruh Al-Qur’an yang mulia ini terhadap hati manusia.

Contoh lainnya adalah pada sekelompok jin yang masuk Islam seperti disebutkan dalam ayat,

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا ۖفَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَىٰ قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.” (QS. Al-Ahqaf: 29)

Di antara cerita yang menjelaskan ayat di atas adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju dari Tihamah lalu melaksanakan shalat Shubuh, kemudian ketika para jin mendengar Al-Qur’an. Lantas mereka kembali kepada kaumnya sehingga disebutkan dalam ayat lainnya,

قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا

Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan.”(QS. Al-Jin: 1)

 

Ketujuh: Ketika Umar masuk Islam di Darul Arqam, para sahabat yang mendengar keislamannya lantas bertakbir karena ini adalah berita gembira yang mereka dengar. Itulah sikap yang benar dengan cara bertakbir, tidak dengan bertepuk tangan seperti kebiasaan sebagian kita karena meniru non-muslim.

Disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (12:82-83), “Adapun tepuk tangan bukan karena hajat (kebutuhan), maka telah ditegaskan oleh para ulama akan haramnya dan sebagian ulama menyatakannya makruh (terlarang).

Para ulama menyatakan bahwa perbuatan semacam itu adalah permainan yang sia-sia atau termasuk bentuk tasyabbuh (menyerupai) amalan ibadah orang-orang Jahiliyah ketika mereka berada di sekeliling Ka’bah,

وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً

Ibadah mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan.” (QS. Al-Anfal: 35)

Para ulama juga beralasan terlarangnya perbuatan tersebut karena itu termasuk tasyabbuh (meniru-niru kelakuan) wanita. Karena dalam hadits disebutkan bahwa hal semacam itu hanya khusus bagi wanita ketika wanita memperingatkan imam saat shalat. Sedangkan ketika itu, laki-laki mengingatkan imam dengan ucapan tasbih.”

Dalam hadits Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَابَهُ شَىْءٌ فِى صَلاَتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ

Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepukan khusus untuk wanita.” (HR. Bukhari, no. 7190 dan Muslim, no. 421. Lafazhnya adalah lafazh Muslim).

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. Semoga kisah masuk Islamnya Umar terus menyemangati kita dalam beragama.

 

Referensi:

  1. Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait.
  2. Fiqh As-Sirah.Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr.Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.

Disusun di Pesantren Darush Sholihin, 7 Rabi’ul Akhir 1440 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 


Artikel asli: https://rumaysho.com/19200-faedah-sirah-nabi-umar-bin-al-khaththab-masuk-islam-04.html